Distorsi Pesan Akibat Mispersepsi dalam Komunikasi Audit
Inti dari sebuah komunikasi adalah ‘penyampaian pesan’ dari komunikator kepada komunikan. Komunikasi dikatakan efektif jika pesan yang disampaikan komunikator dapat diterima dan dipahami oleh komunikan. Efektivitas komunikasi bergantung pada kemampuan komunikator dan komunikan dalam menyampaikan dan mengartikan sebuah pesan. Seorang komunikator yang dipersepsikan sebagai orang yang ramah dan suka menolong, ketika bertanya ‘dimana rumah anda?’ kepada komunikan akan diartikan sebagai ajakan untuk menjalin persahabatan. Sebaliknya, jika pertanyaan ‘dimana rumah anda’ keluar dari mulut seseorang yang dipersepsikan sebagai orang yang kasar dan suka berbuat onar maka akan diartikan sebagai ancaman oleh komunikan. Jika seseorang salah mempersepsikan lawan bicara, maka akan terjadi distorsi pesan yaitu kesalahan dalam mengartikan pesan.
Salah seorang pakar komunikasi, Jalaluddin Rakhmat (2008: 98), menjelaskan bahwa kegagalan komunikasi dapat terjadi akibat dari persepsi yang salah terhadap lawan bicara. Persepsi komunikator terhadap komunikan, begitu juga sebaliknya, akan menentukan apakah pesan yang disampaikan oleh kedua belah pihak akan mengalami distorsi atau tidak. Dalam kaitannya dengan komunikasi audit, auditor cenderung dianggap sebagai pihak yang memiliki posisi yang lebih dominan dibandingkan auditee. Ketidaksetaraan tersebut akan berimplikasi terhadap cara pandang auditee terhadap auditor. Segala hal yang disampaikan oleh auditor, memiliki kemungkinan untuk dianggap sebagai sebuah ‘serangan’ oleh auditee. Jika hal ini terjadi, maka auditee akan merespon dengan sesuatu yang bersifat defensif. Ketika sebuah pemeriksaan dilakukan oleh seorang auditor level junior kepada auditee dengan jabatan tinggi dan usia yang jauh lebih tua, maka ada kemungkinan auditor akan merasakan ketidaksetaraan posisi. Jika, auditor level junior tersebut mempersepsikan auditee sebagai pihak yang lebih kuat dan dominan, maka auditor bisa saja mengartikan pesan yang disampaikan auditee sebagai sebuah intimidasi. Distorsi pesan dalam proses komunikasi pun tidak bisa dihindari.
Untuk menghindari terjadinya distorsi pesan dalam komunikasi audit, hal yang perlu dilakukan adalah menyadari bahwa persepsi kita terhadap orang lain mungkin salah. Komunikasi interpersonal akan menjadi lebih baik bila kita mengetahui bahwa persepsi kita bersifat subjektif dan cenderung keliru (Jalaluddin Rakhmat, 2008). Informasi tentang auditor ataupun auditee sebelum proses pemeriksaan harus dilihat sebagai informasi yang independen dan tidak perlu dinilai sebagai baik atau buruk karena mungkin saja saat proses audit, ada fakta-fakta lain yang kita temukan. Keterbukaan terhadap kemungkinan munculnya fakta yang berlawanan dengan informasi yang dimiliki sebelumnya, akan membantu kita dalam mengartikan pesan secara objektif sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai.
Sumber:
Rakhmat, Jalaluddin. (2008). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Artikel Lainnya
Memahami perpajakan merupakan sebuah keharusan bag...
Sejarah perusahaan dagang Belanda yang mendominasi...
Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) ...
Pada Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1...
Tanpa disadari, pandemi Covid 19 telah berdampak ...