PENTINGNYA KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Keterbukaan informasi perpajakan menjadi salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kepatuhan perpajakan. Keterbukaan informasi dalam perpajakan (tax transparency) merupakan suatu kondisi dimana semua informasi yang terkait dengan wajib pajak dan usahanya dapat diakses dan diperoleh oleh otoritas perpajakan dengan lengkap sehingga jumlah pajak yang terutang dapat dihitung dengan benar. Hal ini menjelaskan bahwa tidak terdapat informasi yang tidak diungkapkan dalam pelaporan perpajakan. Seperti yang kita ketahui, Indonesia menganut sistem perpajakan mandiri (self assessment system) dalam pengungutan pajaknya. Dengan sistem ini, kepatuhan pajak menjadi tanggung jawab wajib pajak itu sendiri. Wajib pajak diberikan tanggung jawab untuk menghitung pajak yang terutang dan membayarnya tanpa perlu menunggu surat tagihan pajak. Di sisi lain, sistem perpajakan mandiri ini memiliki kelemahan yaitu wajib pajak dapat menyalahgunakan tanggung jawabnya dengan tidak melaporkan informasi yang sebenarnya sehingga pajak terutang yang dibayar juga tidak menunjukkan jumlah yang seharusnya.
Dengan kondisi yang demikian, lantas bagaimana otoritas memastikan bahwa jumlah pajak terutang yang dilaporkan oleh wajib pajak adalah benar ? Otoritas perpajakan melakukan pemeriksaan pajak dengan mengumpulkan informasi dari pihak ketiga untuk mengidentifikasi apakah jumlah pajak yang disetor dan dilaporkan oleh wajib pajak adalah informasi yang benar. Otoritas perpajakan dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak mengumpulkan informasi dari beberapa sumber seperti instansi pemerintah, lembaga asosiasi, dan pihak- pihak lain. Pengumpulan informasi tidak hanya dapat dilakukan di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Perolehan informasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu : 1) pertukaran informasi berdasarkan permintaan, 2) pertukaran informasi secara spontan, dan 3) pertukaran informasi secara otomatis. Idealnya, semakin banyak informasi yang diperoleh maka akan semakin akurat bagi otoritas perpajakan dalam menilai dan menguji kepatuhan perpajakan wajib pajak atas perhitungan pajak yang terutang dalam SPT. Sebaliknya, jika semakin sedikit informasi yang dikumpulkan, maka semakin tidak akurat perhitungan pajak yang dilakukan oleh fiskus.
Melihat pentingnya keterbukaan informasi dalam pemeriksaan perpajakan, Pemerintah telah menerbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang juga telah disahkan sebagai Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2017 . Dalam UU ini disebutkan bahwa Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan Entitas Lain untuk secara rutin menyampaikan informasi rekening keuangan nasabahnya kepada otoritas pajak. Beberapa poin penting dalam UU No 9 Tahun 2017 ini adalah sifat perolehan informasi terdiri dari dua jenis yaitu pertukaran informasi secara otomatis dan pertukaran informasi berdasarkan permintaan. Informasi yang diminta juga tidak hanya meliputi rekening keuangan, tetapi juga informasi lain jika diperlukan.
Sejak tahun 2018, Direktorat Jenderal Pajak, selaku otoritas jasa perpajakan di Indonesia telah melaksanakan keterbukaan informasi melalui automatic exchange of information (AEoI). Keterbukaan informasi melalui AEoI ini diharapkan dapat mendorong penerimaan pajak penghasilan. Keterbukaan informasi perpajakan juga memiliki beberapa manfaat diantaranya mempersempit aliran dana ke luar negeri, mengurangi praktik penghindaran pajak dan pencucian uang, dan mereduksi ketimpangan dalam struktur masyarakat.
Artikel Lainnya
HUT Republik Indonesia merupakan momentum yang sel...
Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan menyelen...
PPA&K membuka kelas Brevet Pajak untuk melatih par...
Ketentuan dan kebijakan peraturan perpajakan selal...
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-01/MBU/201...