DAMPAK PERUBAHAN PERATURAN PPN DAN FAKTUR PAJAK TERHADAP PARA PELAKU USAHA
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu jenis pajak pusat yang kewenangan pemungutannya berada di Direktorat Jenderal Pajak. PPN merupakan pajak atas konsumsi yang mekanisme pengenaannya secara tidak langsung. PPN dikenakan terhadap transaksi penyerahan produk dan/atau jasa baik di dalam negeri maupun di luar negeri kepada Wajib Pajak individu, badan usaha, pemerintah, dan juga wajib pajak luar negeri. Peraturan terkait dengan penerapan PPN di Indonesia diatur dalam Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009 dan terakhir diubah dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2021 (UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan). Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) diwajibkan untuk membuat faktur pajak dalam setiap penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Faktur pajak merupakan dokumen bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Belum lama ini, terdapat perubahan peraturan mengenai Faktur Pajak yang semula diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 yang berlaku mulai 1 April 2022 dan saat ini telah diubah menjadi PER-11/PJ/2022 yang mulai berlaku pada tanggal 1 September 2022 lalu. Dengan berlakunya PER-11/PJ/2022 ini, administrasi penerbitan faktur pajak menjadi lebih sederhana dan lebih akomodatif bagi administrasi wajib pajak PKP. Terdapat beberapa hal penting yang diatur dalam ketentuan baru ini, diantaranya seperti perubahan aturan mengenai Pembuatan Faktur Pajak kepada Pembeli PKP yang melakukan pemusatan PPN dan PPnBM terutang menjadi lebih sederhana dan lebih mudah untuk WP, klausul dan pengertian pengkreditan pajak masukan yang lebih disederhanakan, dan ketentuan peralihan sehubungan dengan pembuatan faktur pajak dalam periode PER-03 mulai berlaku hingga PER-11 berlaku.
Setidaknya, terdapat 3 (tiga) perubahan utama yang diatur dalam PER-11/PJ/2022 ini jika dibandingkan dengan peraturan sebelumnya yaitu PER-03/PJ/2022. Perubahan pertama yaitu perubahan atas Pasal 6 ayat (6). Pasal 6 ayat (6) mengatur ketentuan jika penyerahan dilakukan kepada pembeli tempat dilakukannya pemusatan di KPP Wajib Pajak Besar, KPP Khusus, dan KPP Madya (KPP BKM). PER-11/PJ/2022 mempersempit aturan penyerahannya yaitu ketika penyerahan atau pengiriman ke tempat PPN/PPnBM terutang dipusatkan di KPP BKM, yang berada di kawasan/tempat tertentu yang mendapat fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut. Adapun kawasan/tempat tertentu yang mendapat fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut yaitu tempat penimbunan berikat, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), serta kawasan tertentu lainnya di dalam daerah pabean yang mendapatkan fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut.
Perubahan kedua, yaitu perubahan atas Pasal 37 PER-03/PJ/2022 yaitu bahwa PPN yang tercatat dalam faktur pajak dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak dapat dikatakan sebagai pajak masukan yang dikreditkan oleh PKP pembeli BKP atau oleh peneriman JKP selama pihak penerima telah memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan berdasarkan ketentuan atau kebijakan perundang-undangan dalam perpajakan.
Perubahan ketiga, yaitu perubahan atas pasal 38A yang mengatur bahwa faktur pajak yang dibuat pada saar sebelum aturan baru diberlakukan, baik dalam melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli yang melakukab pemusatan PPN namun BKP dan/atau JKP-nya diserahkan ke tempat PPN terutang yang dipusatkan pada kawasan tertentu, maka faktur tersebut masih berlaku. Dengan kata lain, sebelum diberlakukan PER-11/PJ/2022 maka faktur pajak yang telah dibuat sebelum peraturan tersebut berlaku maka faktur pajak masih diakui selama faktur pajak tersebut memenuhi syarat pada peraturan lama.
Artikel Lainnya
PPA&K kembali melakukan inovasi dalam meningkatkan...
Peserta Workshop Penguatan dan Akselerasi Penerapa...
PPA&K telah menyelesaikan rangkaian kegiatan Works...
PPA&K kembali menyelenggarakan diklat. Kali ini ad...
Pengembangan kompetensi melalui Pendidikan dan Pel...